Selasa, 23 Oktober 2012

From Beirut to Jerusalem


DR. ANG SWEE CHAI

Pengalamanku di Sabra-Shatila menyadarkanku bahwa orang Palestina adalah manusia. Kebodohan dan prasangka telah membutakan mataku dari penderitaan bangsa Palestina. Buku ini adalah kesaksian dari Dr. Ang Swee.

Mulanya, karena latar belakang religinya, dr. Ang Swee Chai adalah pendukung Israel. Di matanya, orang Palestina adalah teroris. Namun, pada 1982, Israel menyerang Beirut dengan brutal.

Ia putuskan untuk membuktikan sendiri dengan menjadi sukarelawan medis di Beirut. Di sana, di kamp pengungsian Palestina, setelah menjadi saksi Pembantaian Sabra-Shatila, akhirnya ia temukan jawaban. Ia berbalik memihak rakyat Palestina, memihak keadilan dan kemanusiaan. Di tanah asing, ia pertaruhkan nyawanya untuk membela orang-orang yang tak punya hubungan darah maupun etnis dengan dirinya, untuk melaksanakan kewajibannya sebagai dokter, sebagai manusia.

Dr. Ang Swee Chai lahir di Malaysia dan dibesarkan di Singapura. Sejak 1977, bersama suaminya tinggal di Inggris. Kini, ia bekerja di St. Bartholomew’s Hospital dan the Royal London Hospital sebagai orthopaedic consultant.

Setelah terjadinya Pembantaian Sabra-Shatila, bersama beberapa rekannya, dr. Ang membentuk Medical Aid for Palestinians (MAP). Pada 1987, Pemimpin PLO, Yasser Arafat, menganugerahi dr. Ang Star of Palestine, penghargaan tertinggi bagi pengabdian kepada rakyat Palestina. Hingga kini, melalui MAP dr. Ang terus aktif membantu bangsa Palestina.

Note: Kesimpulan pembaca adalah, “JIKA MENJADI SEORANG DOKTER TIDAKLAH DIBENARKAN UNTUK MEMIHAK DALAM PROSES PENGOBATAN MAUPUN PERAWATAN TERHADAP PASIEN, KARENA ETIKA KEDOKTERAN ADALAH MENYEMBUHKAN UMAT MANUSIA TANPA MEMANDANG SUKU, AGAMA & RAS.

Kamis, 04 Oktober 2012

LIFE WITHOUT LIMITS


Tanpa Lengan & Tungkai

            “Orang kerap bertanya bagaimana aku bisa bahagia walaupun tidak punya lengan dan tungkai. Jawaban cepatku adalah aku punya pilihan. Aku bisa merasa marah karena tidak punya tungkai, atau aku bisa bersyukur karena punya tujuan. Aku memilih sikap bersyukur. Kau juga bisa melakukannya.”—Nick Vujicic
           
Life Without Limits adalah buku inspiratif yang ditulis oleh orang biasa. Nick Vujicic, yang terlahir tanpa lengan dan tungkai, mengatasi cacat tubuhnya dengan menjalani kehidupan yang tidak hanya mandiri, tapi juga kaya dan penuh; menjadi teladan bagi siapa pun yang mencari kebahagiaan abadi. Dia sekarang merupakan pembicara motivasi yang sukses secara internasional dan pernah datang di Indonesia seperti Jakarta, Semarang dan Surabaya. Pesan utamanya adalah: tujuan terpenting siapa pun adalah menemukan tujuan hidup, terlepas dari kesulitan apa pun atau rintangan apa pun yang sepertinya mustahil dilalui.
            Nick menceritakan cacat fisik dan pertempuran emosi yang dialaminya saat berusaha mengatasi keadaannya semasa kecil, remaja, dan menjelang dewasa muda. “Untuk waktu yang terasa sangat lama dan sepi, aku bertanya-tanya apakah ada orang lain di dunia ini yang seperti aku, serta apakah ada tujuan lain dalam kehidupanku selain rasa sakit dan terhina.” Dia berbagi tentang bagaimana imannya terhadap Tuhan menjadi sumber kekuatan utamanya dan menjelaskan bahwa begitu dia menemukan tujuan kehidupan—menginspirasi orang lain untuk menjadikan kehidupan mereka serta dunia lebih baik—dia mendapatkan kepercayaan diri untuk membangun kehidupan tanpa batas yang produktif dan membawa berkah.
            Buku ini juga sangan menginspirasi bagi kita semua yang berada dalam kondisi yang normal dan sehat, oleh karena itu anda wajib membaca buku ini. Ada sedikit catatan koreksi dari pembaca yaitu kurangnya FOTO atau DOKUMENTASI yang di lampirkan di dalam buku ini sehingga sebagai pembaca kita hanya bisa menghayal saja tanpa melihat kondisi yang sebenarnya. Disamping itu pula anda dapat mengunjungi website nya di http://lifewithoutlimbs.org & www.nickvujicic.com